MOST RECENT

|

Asuransi

Penulis: Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Afifuddin

Dalam praktik bisnis pada umumnya, pembeli sering berada dalam posisi dirugikan. “Kaidah” ini tak terkecuali juga berlaku pada sistem asuransi. Pencairan klaim yang dipersulit adalah contoh persoalan paling klise yang banyak dialami tertanggung atau pemegang polis. Namun yang namanya pertaruhan, tak ada yang mau dirugikan begitu saja. Banyak juga kasus di mana tertanggung dengan sengaja membakar atau menghilangkan asset miliknya menjelang habis masa pertanggungan demi memperoleh

klaim. Bagaimana Islam menyoroti “perjudian” bernama asuransi ini? Simak upasannya!

Asuransi yang jenisnya kian beragam pada masa sekarang, sebenarnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga:

asuransi sosial, asuransi ta’awun (gotong-royong), dan asuransi tijarah (bisnis).

Asuransi Sosial Biasanya, asuransi jenis ini diperuntukkan bagi pegawai pemerintah, sipil maupun militer. Sering juga didapati pada karyawan perusahaan swasta. Gambarannya, pihak perusahaan memotong gaji karyawan setiap bulan dengan persentase tertentu dengan tujuan:

1. Sebagai tunjangan hari tua (THT), yang biasanya uang tersebut diserahkan seluruhnya pada masa purna tugas seorang karyawan. Terkadang ditambah subsidi khusus dari perusahaan.

2. Sebagai bantuan atau santunan bagi mereka yang wafat sebelum purna bakti, diserahkan kepada ahli waris atau yang mewakili.

3. Sebagai pesangon bagi karyawan yang pensiun dini. Pemotongan gaji dengan tujuan

di atas yang dilakukan oleh pemerintah atau sebuah perusahaan swasta murni untuk

santunan bagi karyawan, bukan dalam rangka dikembangkan untuk mendapatkan laba

(investasi), maka hukum asuransi jenis ini dengan sistem seperti yang tersebut di atas

adalah boleh, karena termasuk dalam bab ta’awun (tolong-menolong) dalam kebaikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong- menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al-Ma`idah: 2)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ

“Dan Allah selalu menolong seorang hamba selama dia selalu menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 3391 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Upaya di atas termasuk pula dalam bab ihsan (berbuat baik) kepada sesama. (Fatawa Al-

Lajnah Ad-Da`imah, 15/284, dan Syarhul Buyu’ hal. 38)

Bila potongan gaji tersebut dimanfaatkan untuk investasi dalam rangka menghasilkan

penambahan nominal dari total nilai gaji yang ada, maka tidak boleh (haram), karena termasuk memakan harta orang lain dengan cara kebatilan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ

“Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang

batil.” (Al-Baqarah: 188)

Maka tidak ada hak bagi karyawan tadi kecuali nominal gajinya yang dipotong selama

kerja. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ

“Dan jika kalian bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kalian tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Al-Baqarah: 279)

Namun bila nominal tambahan tersebut telah diterima oleh sang karyawan dalam keadaan tidak mengetahui hokum sebelumnya, maka boleh dimanfaatkan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ

“Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti

(dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah: 275)

Bila dia mengambilnya atas dasar ilmu (yakni mengetahui) tentang keharamannya, dia

wajib bertaubat dan mensedekahkan ‘tambahan’ tadi. Wallahu a’lam bish-shawab. Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 15/261) Asuransi Ta’awun (Gotong Royong) Asuransi ini dibangun dengan tujuan membantu dan meringankan pihak-pihak yang membutuhkan atau yang terkena musibah. Gambarannya, sejumlah anggota menyerahkan saham dalam bentuk uang yang disetorkan setiap pekan atau bulan dengan nominal yang tidak ditentukan nilainya, kepada yayasan/lembaga yang menangani musibah, bencana dan orang yang membutuhkan. Biasanya, saham akan dihentikan untuk sementara bila jumlah

uang dirasa sudah cukup dan tidak terjadi bencana atau musibah yang menyebabkan kas

menipis atau membutuhkan suntikan dana. Sahamsaham dalam bentuk uang itu sendiri

tidak dikembangkan dalam bentuk investasi. Dan asuransi ini murni dibangun di atas dasar kesadaran dan saling membantu, bukan paksaan. Contoh di lapangan yang disebutkan oleh Syaikhuna Abdurrahman Al-‘Adni hafizhahullah adalah asuransi gotong royong pada perkumpulan angkutan kota atau bis (di mana kendaraan- kendaraan itu milik pribadi, bukan milik sebuah perusahaan). Caranya, masing-masing anggota menyetorkan sejumlah nominal tak tertentu, setiap pekan/bulan, kepada salah seorang

yang mereka tunjuk untuk membantu anggota mereka yang mengalami kecelakaan atau

terkena musibah. Setoran tersebut bersifat sukarela dan tidak mengikat, dengan nominal

beragam dan dihentikan bila dirasa sudah cukup dan tidak ada musibah. Mengenai asuransi jenis ini, para ulama anggota Al-Lajnah Ad-Da`imah dan anggota Kibarul Ulama Kerajaan Saudi Arabia telah melakukan pertemuan ke-10 di kota Riyadh pada bulan Rabi’ul Awwal 1397 H. Hasilnya , mereka sepakat bahwa ta’awun ini iperbolehkan

dan bisa menjadi ganti dari asuransi tijarah (bisnis) yang diharamkan, dengan beberapa

alasan berikut:

1. Asuransi ta’awun termasuk akad tolong-menolong untuk membantu pihak yang erkena

musibah, tidak bertujuan bisnis atau mengeruk keuntungan dari harta orang lain. Tujuannya hanyalah membagi beban musibah tersebut di antara mereka dan bergotong royong meringankannya.

2. Asuransi ta’awun ini terlepas dari dua jenis riba: fadhl dan nasi`ah. Akad para pemberi

saham tidak termasuk akad riba serta tidak memanfaatkan kas yang ada untuk muamalah-

muamalah riba.

3. Tidak mengapa bila pihak yang memberi saham tidak mengetahui secara pasti jumlah

nominal yang akan diberikan kepadanya bila dia terkena musibah. Sebab, mereka semua

adalah donatur (anggota), tidak ada pertaruhan, penipuan, atau perjudian. Kemudian mereka memberikan usulan-usulan kepada pemerintah Kerajaan Saudi Arabia seputar masalah sosialisasi asuransi ta’awun ini. Lihat uraian panjang tentang

masalah ini dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah (15/287-292).

Sementara Syaikhuna

Abdurrahman Al-‘Adni menyayangkan dua hal yang ada pada yayasan atau lembaga

yang menangani asuransi ini, yaitu:

1. Menaruh uang-uang tersebut di bank-bank riba tanpa ada keadaan yang darurat.

2. Memaksa para anggota untuk menyetorkan saham mereka dengan nominal tetap/

ditentukan.

Wallahu a’lam. (Syarhul Buyu’, hal. 39)

Asuransi Tijarah (Bisnis) Lembaga asuransi seperti ini biasanya lekat dengan para pelaku usaha dan orang yang memiliki harta berlebih, namun bisa juga bermuamalah dengan pihak manapun. Gambaran sistem asuransi ini adalah pihak nasabah membayar nominal (premi) tertentu kepada perusahaan/lembaga asuransisetiap bulan atau tahun, atau setiap order, atau sesuai kesepakatan bersama, dengan ketentuan bila terjadi kerusakan atau musibah maka pihak lembaga asuransi menanggung seluruh biaya ganti rugi. Bila tidak terjadi sesuatu, maka setoran terus berjalan dan menjadi milik lembaga asuransi.

Asuransi jenis ini adalah bisnis murni karena memang didirikan dalam rangka mengeruk

keuntungan. Terbukti, mereka biasanya akan lepas tangan dari para nasabahnya ketika terjadi peperangan besar atau tragedi –misalnya– yang mengakibatkan kerugian sangat banyak.

Ringkasnya, orang yang terbelit asuransi ini akan menghadapi pertaruhan dengan dua

kemungkinan: untung atau rugi. Untuk asuransi jenis ini, para ulama masa kini berikut

lembaga-lembaga pengkajian fikih internasional semacam Rabithah ‘Alam Islami, Hai`ah

Kibarul Ulama, dan Al-Lajnah Ad- Da`imah Kerajaan Saudi Arabia, serta embagalembaga keislaman yang lainnya baik di dunia Arab maupun internasional, telah

bersepakat menyatakan keharaman asuransi jenis ini. Kecuali beberapa gelintir ulama

saja yang membolehkan dengan alasan keamanan harta benda. Berikut ini beberapa

argumentasi yang disebutkan oleh Hai`ah Kibarul Ulama pada ketetapan mereka no. 55

tanggal 4/4/1397 H, tentang pengharaman asuransi bisnis di atas:

1. Asuransi bisnis termasuk pertukaran harta yang berspekulasi tinggi dengan tingkat Pertaruhan yang sangat parah. Sebab, pihak nasabah tidak tahu berapa nominal yang akan dia berikan nanti dan berapa pula nominal yang bakal dia terima. Bisa jadi, dia baru menyetor sekali atau dua kali, lalu terjadi musibah sehingga dia menerima nominal (nilai

pertanggungan) yang sangat besar sesuai dengan kejadiannya. Namun mungkin pula dia menyetor terus menerus dan tidak terjadi apa-apa, sehingga perusahaan asuransi meraup keuntungan besar. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang sistem jual beli gharar (yang mengandung unsur pertaruhan).

2. Asuransi bisnis termasuk salah satu jenis perjudian, dan termasuk dalam keumuman

firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنصَابُ وَاْلأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan.” (Al-

Ma`idah: 90)

3. Asuransi ini mengandung riba fadhl dan riba nasi`ah. Rinciannya sebagai berikut:

Bila lembaga asuransi memberikan kepada tertanggung atau ahli waris yang bersangkutan melebihi nominal yang disetorkan, maka ini adalah riba fadhl. Bila lembaga asuransiØ menyerahkannya setelah waktu yang berselang lama dari akad, maka ia juga terjatuh dalam riba nasi`ah. Namun bila perusahaanØ tersebut menyerahkan nominal

yang sama dengan jumlah setoran nasabah, tetapi setelah selang waktu yang lama, maka

dia terjatuh dalam riba nasi`ah saja. Kedua jenis riba di atas adalah haram dengan nash dalil dan kesepakatan ulama.

4. Asuransi ini termasuk jenis pegadaian/perlombaan yang diharamkan, karena mengandung pertaruhan, perjudian, dan penuh spekulasi. Pihak tertanggung memasang

pertaruhan dengan setoran-setoran yang intensif, sedangkan pihak lembaga asuransi pertaruhannya dengan menyiapkan ganti rugi. Siapa yang beruntung maka dia yang

mengambil pertaruhan pihak lain. Mungkin terjadi musibah dan

mungkin saja selamat darinya.

5. Asuransi ini mengandung upaya memakan harta orang lain dengan cara kebatilan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kalian.” (An-Nisa`: 29)

6. Dalam asuransi ini terdapat tindakan mengharuskan sesuatu yang tidak ada seharusannya secara syariat. Pihak lembaga asuransi diharuskan membayar semua kerugian yang dialami pihak nasabah, padahal musibah itu tidak berasal dari lembaga

asuransi tersebut atau disebabkan olehnya. Dia hanya melakukan akad asuransi dengan pihak nasabah, dengan jaminan ganti rugi yang diperkirakan terjadi, dengan mendapatkan nominal yang disetorkan pihak nasabah. Tindakan ini adalah haram. Kemudian para ulama tersebut membantah satu per satu argumentasi pihak yang membolehkan asuransi ini dengan uraian yang panjang lebar, yang dibukukan dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah (15/275-287, juga 15/246-248). Lihat juga dalam Syarhul Buyu’ (hal. 38-39).

Syaikhuna Abdurrahman Al-‘Adni hafizhahullah menjelaskan bahwa system asuransi jenis ini awal mulanya bersumber dari Zionis Yahudi di Amerika. Dan ketika melakukan penjajahan terhadap wilayah-wilayah Islam, mereka memasukkan aturan ini ke tengah-tengah kaum muslimin. Semenjak itulah asuransi ini tersebar dengan beragam jenis dan modus. Wallahul musta’an.

Fatwa Ulama Seputar Asuransi Al-Lajnah Ad-Da`imah pernah ditanya tentang beragam jenis asuransi dengan soal yang terperinci. Berikut ini pertanyaannya secara ringkas:

“Ada yang meminta fatwa tentang jenis asuransi berikut:

1. Asuransi barang ekspor impor (pengiriman barang): per tahun atau setiap kali mengirim barang dengan jaminan ganti rugi kerusakan kargo laut, darat ataupun udara.

2. Asuransi mobil (kendaraan) dengan beragam jenis dan mereknya: Disesuaikan dengan

jenis mobil, penggunaannya sesuai permintaan, dengan jaminan ganti rugi semua kecelakaan, baik tabrakan, terbakar, dicuri, atau yang lain. Juga ganti rugi untuk pihak

nasabah yang mengalami musibah dan atau kecelakaan yang ada.

3. Asuransi ekspedisi darat: Untuk pengiriman dalam dan luar negeri dengan setoran intensif tahunan per ekspedisi, dengan ganti rugi total bila terjadi musibah.

4. Asuransi harta benda: Seperti ruko, pertokoan, pabrik, perusahaan, perumahan, dan

sebagainya, dengan ganti rugi total bila terjadi kebakaran, pencurian, banjir besar, dll.

5. Asuransi barang berharga: Seperti cek, surat-surat penting, mata uang, permata,

dsb, dengan ganti rugi total bila terjadi perampokan/pencurian.

6. Asuransi rumah dan villa/hotel.

7. Asuransi proyek, baik proyek pembangunan ataupun pabrik dan semua jenis proyek.

8. Asuransi tata kota.

9. Asuransi tenaga kerja.

10. Asuransi jiwa atau kejadiankejadian pribadi seperti asuransi kesehatan (askes) dan

pengobatan. Itu semua dengan menyetor uang secara intensif dengan nominal yang disepakati bersama.”

Al-Lajnah Ad-Da`imah menjawab bahwa semua jenis asuransi dengan system di atas adalah haram, dengan argumentasi yang telah disebutkan di atas. Ketua: Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Wakil: Asy-Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi, Asy-Syaikh Abdullah bin Qu’ud. (Fatawa Al-Lajnah, 15/243-248)

Masalah 1: Bolehkah asuransi masjid?

Al-Lajnah Ad-Da`imah menjawab (15/258-259):

“Asuransi bisnis adalah haram, baik itu asuransi jiwa, barang, mobil, tanah/rumah, walaupun itu adalah masjid atau tanah wakaf. Karena mengandung unsur jahalah (ketidaktahuan), pertaruhan, perjudian, riba, dan larangan-larangan syar’i lainnya.”

Ketua: Asy-Syaikh Ibnu baz, Wakil: Asy-Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi, Anggota: Asy-Syaikh Ibnu Qu’ud dan Asy-Syaikh Ibnu Ghudayyan.

Masalah 2: Askes (Asuransi Kesehatan) Al-Lajnah Ad-Da`imah pernah ditanya tentang asuransi kesehatan dengan system berikut:

1. Asuransi pengobatan Ketentuannya, pihak yang ikut serta dalam program kesehatan

tersebut menyerahkan nominal tertentu yang disepakati bersama, dan dia akan mendapatkan pelayanan serta diskon berikut:

a. Pemeriksaan kesehatan selama menjadi anggota maksimal 3 kali sebulan

b. Diskon 5% untuk pembelian obat

c. Diskon 15% untuk operasi di salah satu rumah sakit tertentu

d. Diskon 20% untuk tes kesehatan dan pelayanan apotek

e. Diskon 5% untuk pemasangan gigi. Nominal setoran 580 real Saudi, dan bila anggota keluarga ikut semua maka setoran per kepala 475 real Saudi.

2. Asuransi kehamilan dan kelahiran Cukup dengan membayar 800 real Saudi selama masa kehamilan, dengan pelayanan sbb:

a. Pemeriksaan kesehatan sejak awal kehamilan hingga melahirkan, 2-3 kali dalam

sebulan. Khusus bulan terakhir dari kehamilan, pemeriksaan sekali sepekan.

b. Pemeriksaan gratis 2 kali di rumah setelah melahirkan.

c. Si bayi mendapatkan kartu pengobatan gratis selama setahun.

3. Asuransi anak sehat Setorannya 490 real per tahun, dengan pelayanan:

a. Pemeriksaan bayi selama setahun sampai 3 kali dalam sebulan.

b. Diskon 20% untuk UGD dan operasi kecil.

c. Diskon 15% untuk operasi besar di salah satu rumah sakit tertentu.

Jawaban Al-Lajnah Ad-Da`imah (15/272-274):

Program ini termasuk jenis asuransi kesehatan yang berafiliasi bisnis, dan itu adalah

haram karena termasuk akad perjudian dan pertaruhan. Nominal yang diserahkan

nasabah untuk mendapatkan pelayanan berdiskon selama setahun, lebih atau kurang,

terkadang tidak dia manfaatkan sama sekali karena dia tidak membutuhkan pelayanan di klinik tersebut selama jangka waktu itu. Sehingga dia rugi dengan jumlah nominal tersebut. Yang untung adalah pihak klinik. Terkadang pula dia mengambil faedah besar yang berlipat ganda dari nominal yang dia serahkan, sehingga dia untung dan kliniknya rugi…

Program ini adalah perjudian yang diharamkan dengan nash Al-Qur`an. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأَنْصَابُ وَاْلأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan.” (Al-

Ma`idah: 90)

Ketua: Asy-Syaikh Ibnu Baz, Anggota: Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid, Asy-Syaikh Abdul Aziz Alusy Syaikh, Asy-Syaikh Shalih Fauzan, dan Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayyan.

Masalah 3: Apa hukumnya bekerja di lembaga asuransi bisnis?

Al-Lajnah Ad-Da`imah menjawab (15/251, lihat pula 15/262-264):

Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk bekerja di perusahaan asuransi sebagai

sekretaris ataupun lainnya. Sebab bekerja di situ termasuk ta’awun (kerjasama) di atas

dosa dan permusuhan, dan ini dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya:

وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan janganlah kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al-Ma`idah: 2)

Ketua: Asy-Syaikh Ibn Baz, Wakil: Asy-Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi, Anggota: Asy-Syaikh Abdullah bin Qu’ud dan Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayyan.

Masalah 4: Bila uang ganti rugi dari lembaga asuransi telah diterima, apa yang harus

dilakukan? Al-Lajnah Ad-Da`imah menjawab (15/260-261):

Adapun harta yang telah diterima dari hasil akad asuransi bisnis, bila dia menerimanya

karena tidak tahu hukumnya secara syari’i, maka tidak ada dosa baginya. Namun dia tidak boleh mengulangi lagi akad asuransi tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ

“Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti

(dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah: 275) Tetapi bila dia menerimanya setelah tahu hukumnya, dia wajib bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan taubat nasuha, dan mensedekahkan keuntungan tersebut.

Ketua: Asy-Syaikh Ibn Baz, Anggota: Asy-Syaikh Abdullah bin Qu’ud. Ketika menjawab pertanyaan senada (15/260) Al-Lajnah Ad-Da`imah menyatakan: “Pihak

nasabah boleh mengambil nominal uang yang pernah dia setorkan ke lembaga asuransi.

Sedangkan sisanya dia sedekahkan untuk para faqir miskin, atau dia belanjakan untuk sisi-sisi kebajikan lainnya dan dia harus lepas/keluar dari lembaga asuransi.” Syaikhuna Abdurrahman Al-‘Adni hafizhahullah menjelaskan:

“Bila para pelaku usaha dan hartawan dipaksa untuk bermuamalah dengan lembagalembaga asuransi oleh pihak-pihak yang tidak mungkin bagi mereka untuk

menghadapinya atau menolak permintaannya, sehingga mereka menyetor dan bermuamalah dengan lembaga tersebut. Dosanya ditanggung oleh pihak yang memaksa. Namun ketika terjadi musibah, mereka tidak boleh menerima kecuali nominal yang telah mereka setorkan.” (Syarhul Buyu’ hal 39, pada catatan kaki). Demikian uraian tentang masalah asuransi. Semoga bermanfaat. Wallahul muwaffiq.

Silahkan mengcopy dan memperbanyak artikel ini dengan mencantumkan sumbernya yaitu :

Majalah Asy Syari'ah Online




Artikel Islam Pilihan lainnya Dibawah ini…?













Posted by Sang Penulis Independent on 09.43. Filed under . Anda dapat mengikuti respon untuk entri ini melalui RSS 2.0. Dan Jangan ragu untuk meninggalkan sebuah respon atau komentar disini
Sobat suka dengan semua yg ada disini,..?

Dapatkan ALL ADVsiip 'IH' Gratis Via Email

Follow @ikh_wan_siip

0 komentar for "Asuransi"

Leave a reply

Keluar Silahkan Follow Dan Klik Suka...!
Inovasi Hidup : ADVsiip

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added