Anggaran tak Sedikit, Kemiskinan Tetap Tinggi
Masalah kemiskinan di Ibukota mungkin menjadi permasalahan serius, dan bisa disejajarkan dengan masalah kemacetan dan banjir. Tak heran jika pengentaskan kemiskinan juga selalu digembar-gemborkan dalam janji politik calon gubernur dan wakil gubernur dalam Pemilukada DKI Jakarta.
Beberapa poin pengentasan kemiskinan diserukan pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto saat kampanye pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2007 silam, yakni mendorong perbaikan kampung bagi permukiman warga miskin, lapangan kerja bagi warga miskin, merevisi Perda No 11/1988 tentang Ketertiban Umum dan perda lainnya yang tidak berpihak kepada warga miskin, hingga alokasi dana APBD DKI untuk pembangunan yang manfaatnya bisa di nikmati warga.
Tak hanya itu, janji memerangi kemiskinan dan kebodohan dengan menggratiskan biaya pengobatan bagi pasien warga miskin atau janji pendidikan gratis hingga SMA jika menyoblos nomor dua pada Pilkada 2007 lalu, dianggap cukup jitu dan cerdas dalam menarik simpati masyarakat. Namun, apakah janji-janji tersebut telah terealisasi ? tidak.
angka penduduk miskin di Jakarta ini berdasar survey yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, per Maret 2011, malah makin bertambah sebesar 51.240 jiwa. Peningkatan tersebut dibuktikan dengan jumlah orang miskin selama pertahun. Pada data per Maret 2011, tercatat jumlah orang miskin menjacapi 363.420 jiwa. Jumlah tersebut meningkat dibanding tahun 2010 dengab periode yang sama, sebanyak 312.180 jiwa.
Bahkan BPS memprediksi garis kemiskinan pada tahun 2012 akan lebih tinggi daripada angka kemiskinan sebelumnya. Ini karena angka kemiskinan mendekati angka inflasi yang terjadi sepanjang tahun. Ditengarai, peningkatan ini terjadi karena adanya peningkatan jumlah kapita per bulan garis kemiskinan di tahun 2011, serta pola hidup masyarakat yang cenderung berubah-ubah.
Terkait kemiskinan, BPS DKI telah melakukan survey di enam wilayah DKI Jakarta, hasilnya garis kemiskinan tahun 2011 sebesar Rp 355.480 per kapita per bulan. Jumlah ini lebih tinggi dari garis kemiskinan pada tahun 2010 yang hanya mencapai Rp 331.169 per kapita per bulan.
Kenaikan garis kemiskinan ini disebabkan kenaikan laju inflasi dari tahun sebelumnya. Laju inflasi pada Maret 2010 hanya mencapai 3,49 persen, menjadi 5,95 persen pada Maret 2011. “Laju inflasi tinggi di tahun 2011, dikarenakan adanya kenaikan harga-harga makanan dan minuman. Itu yang memacu kenaikan garis kemiskinan,” kata Kepala BPS DKI Jakarta, Agus Suherman.
Akibatnya, lanjut Agus, jumlah pengeluaran penduduk DKI Jakarta pun semakin meningkat sehingga mencapai Rp 355.480 per kapita per bulan atau paling tidak warga harus mengeluarkan uang sekitar Rp 11.000 per harinya. Dengan komposisi garis kemiskinan yaitu garis kemiskinan makanan sebesar Rp 229.147 atau 64,46 persen dan garis kemiskinan non makanan sebesar Rp 117.682 atau 35,54 persen.
Tingginya angka kemiskinan yang terjadi inilah, Agus berharap Pemprov DKI Jakarta untuk bekerja lebih keras lagi dalam menurunkan tingkat kemiskinan di Ibukota. "Seluruh dinas terkait kemiskinan harus menciptakan terobosan program pengentasan kemiskinan yang baru, untuk mendampingi program pengentasan kemiskinan yang sudah ada," jelasnya
Dirikan Badan Khusus Hingga Bangun Akhlak Manusianya
Ironisnya, ditengah angka kemiskinan yang cukup tinggi di Ibukota, tak sedikit anggaran yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui beberapa program yang katanya dilakukan sebagai langkah pengetasan kemiskinan, seperti pemberdayaan ekonomi masyarakat kelurahan (PEMK) dan belum lagi program lainnya yang mencapai 2,6 triliun.
"Dengan dana tersebut seharusnya Pemprov DKI Jakarta sudah dapat mengentaskan kemiskinan yang terjadi di Jakarta," kata Direktur Eksekutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif (Majelis), Sugiyanto.
Sugiyanto menilai, bercabangnya penyaluran dana pengentaskan kemiskinan ke Dinas-dinas menjadi penyebab program pengentasan kemiskinan tak maksimal, pasalnya penyalurannya tak merata. "Kalau pemerintah mau membuat suatu badan tersendiri, yang mengatur segala program pengentaskan kemiskinan, saya rasa kemiskinan di Jakarta dapat teratasi," jelas Sugiyanto.
Sementara itu Sosiolog Musni Umar menilai, kian tingginya angka kemiskinan di Jakarta juga tak lepasd dari maraknya korupsi yang memakan duit rakyat, berdampak warga miskin menjadi makin miskin. “Penegak hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jangan ragu-ragu menindak koruptor. Karena mereka lah negara kita bisa hancur,” katanya.
Dirinya melihat, program pemerintah seperti bantuan Langsung Tunai (BLT) tidak efektif dan tidak mendidik, bahkan gagal menanggulangi kemiskinan. Untuk mengatasi masalah tersebut, dirinya menyarankan, merubah paradigma penanggulangan kemiskinan menjadi pembangunan yang berpusat pada manusia. “Bangun jiwa orang-orang miskin, memberi percerahan, penyadaran dan pemberdayaan bahwa mereka bisa maju,” katanya.
Di samping itu, lanjutnya, memberi motivasi, semangat, kepakaran, dan harapan penting dilakukan dalam mengentaskan kemiskinan. Pada saat yang sama, dilakukan pemutusan pewarisan kemiskinan dari orang tua miskin kepada anak dan cucu mereka.
Beberapa poin pengentasan kemiskinan diserukan pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto saat kampanye pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2007 silam, yakni mendorong perbaikan kampung bagi permukiman warga miskin, lapangan kerja bagi warga miskin, merevisi Perda No 11/1988 tentang Ketertiban Umum dan perda lainnya yang tidak berpihak kepada warga miskin, hingga alokasi dana APBD DKI untuk pembangunan yang manfaatnya bisa di nikmati warga.
Tak hanya itu, janji memerangi kemiskinan dan kebodohan dengan menggratiskan biaya pengobatan bagi pasien warga miskin atau janji pendidikan gratis hingga SMA jika menyoblos nomor dua pada Pilkada 2007 lalu, dianggap cukup jitu dan cerdas dalam menarik simpati masyarakat. Namun, apakah janji-janji tersebut telah terealisasi ? tidak.
angka penduduk miskin di Jakarta ini berdasar survey yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, per Maret 2011, malah makin bertambah sebesar 51.240 jiwa. Peningkatan tersebut dibuktikan dengan jumlah orang miskin selama pertahun. Pada data per Maret 2011, tercatat jumlah orang miskin menjacapi 363.420 jiwa. Jumlah tersebut meningkat dibanding tahun 2010 dengab periode yang sama, sebanyak 312.180 jiwa.
Bahkan BPS memprediksi garis kemiskinan pada tahun 2012 akan lebih tinggi daripada angka kemiskinan sebelumnya. Ini karena angka kemiskinan mendekati angka inflasi yang terjadi sepanjang tahun. Ditengarai, peningkatan ini terjadi karena adanya peningkatan jumlah kapita per bulan garis kemiskinan di tahun 2011, serta pola hidup masyarakat yang cenderung berubah-ubah.
Terkait kemiskinan, BPS DKI telah melakukan survey di enam wilayah DKI Jakarta, hasilnya garis kemiskinan tahun 2011 sebesar Rp 355.480 per kapita per bulan. Jumlah ini lebih tinggi dari garis kemiskinan pada tahun 2010 yang hanya mencapai Rp 331.169 per kapita per bulan.
Kenaikan garis kemiskinan ini disebabkan kenaikan laju inflasi dari tahun sebelumnya. Laju inflasi pada Maret 2010 hanya mencapai 3,49 persen, menjadi 5,95 persen pada Maret 2011. “Laju inflasi tinggi di tahun 2011, dikarenakan adanya kenaikan harga-harga makanan dan minuman. Itu yang memacu kenaikan garis kemiskinan,” kata Kepala BPS DKI Jakarta, Agus Suherman.
Akibatnya, lanjut Agus, jumlah pengeluaran penduduk DKI Jakarta pun semakin meningkat sehingga mencapai Rp 355.480 per kapita per bulan atau paling tidak warga harus mengeluarkan uang sekitar Rp 11.000 per harinya. Dengan komposisi garis kemiskinan yaitu garis kemiskinan makanan sebesar Rp 229.147 atau 64,46 persen dan garis kemiskinan non makanan sebesar Rp 117.682 atau 35,54 persen.
Tingginya angka kemiskinan yang terjadi inilah, Agus berharap Pemprov DKI Jakarta untuk bekerja lebih keras lagi dalam menurunkan tingkat kemiskinan di Ibukota. "Seluruh dinas terkait kemiskinan harus menciptakan terobosan program pengentasan kemiskinan yang baru, untuk mendampingi program pengentasan kemiskinan yang sudah ada," jelasnya
Dirikan Badan Khusus Hingga Bangun Akhlak Manusianya
Ironisnya, ditengah angka kemiskinan yang cukup tinggi di Ibukota, tak sedikit anggaran yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui beberapa program yang katanya dilakukan sebagai langkah pengetasan kemiskinan, seperti pemberdayaan ekonomi masyarakat kelurahan (PEMK) dan belum lagi program lainnya yang mencapai 2,6 triliun.
"Dengan dana tersebut seharusnya Pemprov DKI Jakarta sudah dapat mengentaskan kemiskinan yang terjadi di Jakarta," kata Direktur Eksekutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif (Majelis), Sugiyanto.
Sugiyanto menilai, bercabangnya penyaluran dana pengentaskan kemiskinan ke Dinas-dinas menjadi penyebab program pengentasan kemiskinan tak maksimal, pasalnya penyalurannya tak merata. "Kalau pemerintah mau membuat suatu badan tersendiri, yang mengatur segala program pengentaskan kemiskinan, saya rasa kemiskinan di Jakarta dapat teratasi," jelas Sugiyanto.
Sementara itu Sosiolog Musni Umar menilai, kian tingginya angka kemiskinan di Jakarta juga tak lepasd dari maraknya korupsi yang memakan duit rakyat, berdampak warga miskin menjadi makin miskin. “Penegak hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jangan ragu-ragu menindak koruptor. Karena mereka lah negara kita bisa hancur,” katanya.
Dirinya melihat, program pemerintah seperti bantuan Langsung Tunai (BLT) tidak efektif dan tidak mendidik, bahkan gagal menanggulangi kemiskinan. Untuk mengatasi masalah tersebut, dirinya menyarankan, merubah paradigma penanggulangan kemiskinan menjadi pembangunan yang berpusat pada manusia. “Bangun jiwa orang-orang miskin, memberi percerahan, penyadaran dan pemberdayaan bahwa mereka bisa maju,” katanya.
Di samping itu, lanjutnya, memberi motivasi, semangat, kepakaran, dan harapan penting dilakukan dalam mengentaskan kemiskinan. Pada saat yang sama, dilakukan pemutusan pewarisan kemiskinan dari orang tua miskin kepada anak dan cucu mereka.
Sumber inilah.com







